Kotbah/Renungan

Budak Cinta

0

Bucin adalah Bahasa anak jaman sekarang, kepanjangan dari Budak Cinta, jangan cari di KBBI pasti tidak ditemukan karena ini bahasa prokem saja yang berarti orang yang tergila- gila akan cinta, orang tersebut rela berkorban apa saja, harta, jiwa, raga bahkan melakukan apapun demi orang yang mereka cintai. Jaman sekarang banyak sekali kita temukan para bucin bertebaran di mana- mana, bahkan sayapun “mantan bucin” untuk mantan pacar (sekarang sudah menjadi istri). Namun tahukah kita ribuan tahun yang lalu sudah bisa kita temukan sosok “bucin” dalam Alkitab yaitu : Yakub, Lea dan Rahel, mereka terlibat cinta segitiga.

Yakub dibuat mabuk kepayang oleh pribadi Rahel. Kejadian 29:17 mencatat Rahel seorang yang “elok sikapnya dan cantik parasnya.” Yakub rela bekerja tujuh tahun kepada Laban. Hebatnya, “yang tujuh tahun itu (2.555 hari) dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel, memang benar istilah cinta tak kenal logika.

Dan setelah tujuh tahun kerja tergenapi, tiba waktunya Yakub berhak menerima upah, yaitu gadis yang sangat diidam-idamkannya. Sang mertua menggelar resepsi pernikahan dengan banyak undangan, semua orang bersukaria, itu adalah malam terindah bagi Yakub. Tetapi tidak di pagi harinya! Bukannya mendapati sinar mata dan senyum bibir dari wanita pujaan hati, Yakub mendapati Lea, seorang wanita yang lebih tua dan tidak berseri matanya, mungkin saja mata Lea sayu dan tak rupawan, sehingga Yakub sama sekali tidak tertarik pada Lea sejak awal. Yakub lantas bergegas keluar meninggalkan Lea begitu saja untuk “ngamuk” kepada Laban yang sudah menipunya. Laban telah merusak cinta Yakub dan Rahel sekaligus menghancurkan hubungan Lea dan Rahel.

Karena tindakan ayahnya, Rahel terpaksa berbagi suami dengan kakaknya, sehingga keduanya selalu “bergulat” untuk berusaha menarik perhatian Yakub.

Selanjutnya Laban berjanji menyerahkan Rahel kepada Yakub, asal Yakub mau bekerja tujuh tahun lagi kepadanya. Lagi-lagi Yakub menyetujuinya!, total empat belas tahun perjuangan untuk Rahel. Bisa kita bayangkan, sebenarnya betapa tersanjungnya Rahel ketika mengetahui seorang pria begitu BUCINnya hingga rela berkorban begitu rupa untuk mendapatkannya, ini bukan pengorbanan yang main- main. Setelah genap, akhirnya Yakub mendapatkan Rahel, gadis pujaannya, pribadi yang paling diinginkannya. Keindahan pernikahan yang telah diimpikan Yakub selama ini pun akan segera terlaksana. Tapi masih ada rintangan berikutnya, Yakub dan Rahel sulit mendapatkan anak.

Hal ini yang menimbulkan kecemburuan besar terhadap kakaknya Lea, yang sudah memberikan beberapa anak laki- laki untuk suaminya, Rahel merasa terancam, insecure, jangan- jangan Yakub tidak mencintainya lagi karena tidak memiliki keturunan. Bagi Rahel anak adalah segala- galanya, itulah yang bisa membuatnya mendapat cinta yang lebih besar lagi dari suaminya, kelahiran anak menjadi senjata utama meneguhkan harga dirinya sebagai wanita. Anak yang paling penting dalam hidupnya, bahkan melebihi nyawanya sendiri, bagaikan “berhala” bagi Rahel. Dalam Kejadian 30:1, Rahel memaksa Yakub, “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati!” Yakub sampai meledak amarahnya mendengar permintaan Rahel ini. Yakub juga tentu menginginkan anak, tetapi Rahel sampai mau mati kalau tidak mempunyai anak. Mengerikan sekali bukan?

Beberapa tahun kemudian, Allah mendengar permohonan Rahel. Allah membuka kandungannya dan memberinya seorang anak laki-laki, kebanggaannya, milik pusakanya, berhalanya. Rahel menamai anak itu Yusuf, yang berarti, “Mudah-mudahan Tuhan menambah seorang anak laki-laki lagi bagiku,” atau dalam terjemahan bahasa Inggris, “May the Lord add to me another son.” Ternyata Rahel belum puas, belum merasa cukup, masih insecure, Rahel masih minta anak laki lagi. Allah masih berbaik hati kepada Rahel. Beberapa tahun kemudian, Allah memberikan anak laki-laki lagi kepada Rahel. Yakub begitu bangga dengan anak yang lahir pada masa tuanya ini, sehingga ia menamai anak ini Benyamin, yang berarti, “Anak dari tangan kananku.”

Tetapi, ironis sekali Rahel menamai anak itu Ben-oni, yang berarti, “Anak dari dukacitaku.” Bagaimana bisa anak yang awalnya segala-galanya malah dipandangnya menjadi sebuah dukacita, karena memang kenyataannya ia menderita bahkan sampai meninggal ketika melahirkan anak keduanya itu. Ironis, bukan? Seorang wanita yang tadinya berkata, “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati,” kini malah benar-benar mati justru ketika melahirkan anak yang begitu diidamkannya. Mati karena sesuatu yang dicari sampai mati.

Bagaimana dengan nasib Lea? Urusan cinta memang dia sangat berbanding terbalik dengan Rahel, seorang yang tidak diinginkan, tidak diharapkan, tidak dicintai, Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya hati Lea ketika mendapati suaminya kabur dari tenda setelah malam pertama mereka—untuk berkata kepada ayahnya dan kepada dunia, “bukan Lea, wanita yang kuinginkan!”. Kitapun bisa merasakan bagaimana robeknya jiwa Lea ketika melihat suaminya bekerja keras tujuh tahun lamanya bukan untuk menafkahi keluarga mereka, tetapi untuk membangun sebuah keluarga baru dengan WIL (Wanita Idaman Lain) yang tak lain adalah adik kandungnya sendiri.

Tapi di sisi lain, Lea melahirkan banyak anak dari perkawinannya dengan Yakub. Nama Anak-anak yang dilahirkannya itu adalah representasi luka batinnya yang tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus dari Yakub. Ketika Lea melahirkan anak pertamanya, ia menumpahkan semua kepahitan yang telah dirasakannya ke dalam nama anaknya, Ruben yang berarti “Sesungguhnya Tuhan akan memperhitungkan kesengsaraanku; sekarang tentulah aku akan dicintai oleh suamiku.” Nyatanya? Hati Yakub belum juga tertambat padanya. Makin terlukalah ia, sebagaimana ia memberi nama anak keduanya Simeon, “Sesungguhnya, Tuhan telah mendengar, bahwa aku tidak dicintai, lalu diberikan-Nya pula anak ini kepadaku.” Ternyata ia masih juga tidak dicintai selepas kelahiran Simeon! Semakin membuncahlah luka di dalam hatinya.

Tetapi Lea tidak pernah menyerah. Ia terus mengharapkan cinta suaminya. Maka ia menamai anak ketiganya Lewi, yang mengandung sebuah doa, “Sekali ini suamiku akan lebih erat kepadaku, karena aku telah melahirkan tiga anak laki-laki baginya.” Tetapi kali ini pun harapan Lea menjadi sia-sia. Meskipun tiga anak telah diberikannya, tetap saja hati Yakub tidak terpaut padanya, melainkan pada adiknya.

Yakub tetap memandang Lea sebagai wanita yang tidak berseri matanya, yang telah mengacaukan malam pertamanya, dan yang tidak diinginkannya. Selalu bukan Lea. “Harus berapa anak lagi yang kulahirkan baginya?” mungkin begitu batin Lea. Tahun demi tahun, ia harus menerima fakta bahwa suaminya tidak mencintainya. Ia tidak dikasihi. Sampai pada suatu titik balik, Lea dijumpai oleh seorang Pribadi yang begitu mencintainya, yang begitu menginginkan dan mengharapkannya, Dialah Allah, Allah dari suaminya, Allah mertuanya, dan Allah nenek moyag suaminya.

Di dalam Allah, Lea mendapatkan cinta tanpa syarat yang selama ini dinantikannya, luka hatinya dibalut, tabung cinta yang selama ini kosong bahkan tekor, kini dicukupkan bahkan berlimpah. Dalam Tuhan, Lea merasa cukup. Inilah sebabnya, ketika anak keempatnya lahir, Lea tidak lagi mengungkit- ungkit cinta suaminya pada nama anaknya, tidak ada suasana galau dalam nama anaknya, Lea menamai anak keempatnya itu Yehuda, yang berarti, “Sekali ini aku akan bersyukur kepada Tuhan.”

Kini dia bukan lagi seorang pengemis cinta. Memang selama bertahun-tahun, cinta itulah yang sudah menjadi berhalanya. Mengejar cinta Yakub menempati takhta hatinya lebih daripada Allah. Tetapi, ketika kasih Allah telah merebut dan menawan hatinya, Lea tidak berkutik lagi. Di dalam Allah, ia mendapatkan semua yang dibutuhkannya: cinta, penerimaan, kasih sayang, keberhargaan diri. Allah sudah cukup bagi Lea bahkan lebih dari cukup baginya.

Ketika Lea memandang kepada Allah, ketika Lea bersyukur kepada Allah, ketika Lea puas di dalam Allah, segala sesuatu menjadi tidak ada artinya. Cinta suaminya tidak sebanding dengan kasih sejati yang diterimanya di dalam Allah. Lea akhirnya bisa melepaskan berhalanya. “Sekalipun suamiku tidak mencintaiku, sekalipun suamiku tidak memandang kepadaku, tetapi Allah hadir bagiku. Allah mencintaiku dan memuaskanku. Aku tidak peduli lagi dengan cinta suamiku, tetapi kali ini aku akan bersyukur kepada Tuhan.” Nama anak keempatnya adalah Yehuda : Ungkapan syukur kepada Tuhan.

Tentunya bukan suatu kebetulan, jika Yesus Kristus disebut sebagai “Singa dari Yehuda.” Ungkapan syukur Lea mendatangkan berkat bagi banyak orang, bahkan menghadirkan keselamatan bagi bangsa-bangsa. Tuhan Yesus adalah keturunan Yehuda. Dan kisah cinta Lea berakhir dengan happy ending, Yakub mengakuinya di Kej 49 : 31-32 Yakub berpesan supaya disemayamkan di samping Lea istrinya.

Hari- hari ini apakah yang sangat Anda inginkan di dalam hidup Anda? Apa yang selalu mengisi pikiran Anda, yang selalu Anda kejar, dan untuknya Anda rela melakukan apa saja? Seperti Rahel, berikan aku anak, kalau tidak aku akan mati!. Apa yang menjadi “berhalamu” ?

Lea berhasil melepaskan “berhalanya” karena ia memandang kepada Allah. Rasa syukur kepada Allah memenuhi hatinya, sehingga dia tidak diperbudak oleh ambisinya. Lepaskanlah segala sesuatu yang merebut tempat-Nya di tahta hatimu, karena kepuasan sejati hanya akan ada di dalam Dia. Berpalinglah kepada Allah. Katakan , ”Kau sudah cukup bahkan lebih dari cukup bagiku Tuhan”. Hanya Allah yang bisa memenuhi kebutuhan atau kerinduan hati kita yang terdalam. Kini mintalah Dia menguasai hati Anda.
Amin.

Perenungan oleh Pdt. Lukas Kacaribu saat mempelajari Yakup-Lea dan Rahel

admin

Menemukan Kehendak Allah dalam Hidupku

Previous article

Sebuah Pengingat Bahwa Tak Masuk Universitas Favorit Itu Tak Apa. Hey, Itu Bukan Akhir Dunia!

Next article

Comments

Comments are closed.